Samarinda, Kaltim - Kegiatan penambangan batubara ilegal di sekitar lokasi IKN, tepatnya berada di lokasi Greenbelt Waduk Samboja, Taman Hutan Raya (TAHURA) Bukit Soeharto, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kertanegara, Provinsi Kalimantan Timur, berhasil dihentikan Tim Direktorat Jenderal Gakkum KLHK pada Jumat, 4 Februari 2022, pukul 14.00 Wita menggerebek
Dalam aksi penggerebekan itu, Tim berhasil mengamankan 7 orang pelaku inisial BH (40 th), NS (40 th), AM (29 th), SP (43 th), NF (25 th), HY (46 th), HE (28 th) beserta 3 (tiga) unit Excavator merk Komatsu PC 200 warna kuning dengan kode EX2521, EXCA-067, dan EXCA-068, serta 1 (satu) unit Buldozzer merk Komatsu D85SS warna kuning sebagai barang bukti.
Selanjutnya, Penyidik Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan mengamankan para pelaku beserta barang bukti untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut di Kantor Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum LHK Wilayah Kalimantan, Seksi Wilayah II Samarinda.
Dari hasil pemeriksaan terhadap pelaku dan saksi-saksi, dengan 2 alat bukti yang cukup, Penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan telah menetapkan empat orang berinisial BH (40 th), NS (40 th), AM (29 th), dan SP (43 th). Para tersangka, diduga melanggar Pasal 89 ayat (1) huruf b dan/atau a Jo Pasal 17 ayat (1) huruf a dan/atau b Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Jo Pasal 37 angka 5 UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.
Keempat Tersangka ditahan dan dititipkan di Rumah Tahanan Polres Tenggarong dan terancam hukuman penjara maksimum 15 tahun dan denda Rp 10 miliar.
Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan, Sustyo Iriyono, mengungkapkan, operasi tangkap tangan ini berawal dari laporan masyarakat kepada Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan mengenai adanya aktivitas tambang ilegal di wilayah IKN Tahura Bukit Soeharto dan ditindaklanjuti dengan Operasi Penegakan Hukum LHK.
Lebih lanjut, Sustyo Iriyono mengatakan bahwa saat ini Penyidik masih mengembangkan kasus ini untuk mengungkap keterlibatan pihak-pihak lain dalam aktivitas penambangan batubara ilegal di kawasan Tahura Bukit Suharto.
"Kami harapkan pelaku apalagi pemodal dihukum seberat-beratnya, agar ada efek jera, ” tegas Sustyo.
“Kami mengapresiasi dukungan pihak kepolisian, kejaksaan, dan masyarakat dalam penindakan kasus tambang ilegal seperti ini, ” pungkas Sustyo Iriyono.
Sementara itu, Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK mengatakan bahwa kegiatan Operasi ini merupakan komitmen KLHK dalam mengamankan Lingkungan hidup dan Kawasan Hutan di sekitar Zona Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Rasio menyebut, kegiatan penambangan ilegal telah mengakibatkan kerusakan hutan dan lingkungan serta menyebabkan kerugian negara.
"Pelaku kejahatan yang mencari keuntungan dengan merusak lingkungan hidup dan kawasan hutan, mengancam kehidupan masyarakat, dan merugikan negara harus dihukum seberat-beratnya, ” tegas Rasio.
"Kami diperintahkan Ibu Menteri LHK, Dr. Siti Nurbaya untuk terus meningkatkan Pengamanan Kawasan Hutan di Zona IKN. Kegiatan pertambangan ilegal dan perambahan kawasan hutan, termasuk pembalakan liar harus kita tindak bersama. Kami terus berkoordinasi dan bersinergi dengan pihak Kepolisian, TNI, Kejaksaan, dan Pemerintah Daerah untuk pengamanan kawasan lingkungan hidup dan hutan di Zona IKN untuk mendukung IKN sebagai Forest City. Komitmen KLHK selama beberapa tahun ini dalam Penegakan Hukum LHK telah melakukan 1.778 Operasi Pengamanan Hutan, Pembalakan liar dan TSL serta membawa 1.193 kasus ke pengadilan (P-21). Selanjutnya, dari 94 Kasus (P21) di Wilayah Kalimantan Timur, terdapat 22 Kasus Tambang Ilegal yang sudah dibawa ke pengadilan (P-21), " lanjut Rasio.
"Saya sudah memerintahkan penyidik untuk mengembangkan penyidikan kasus ini, tidak hanya pelaku, tapi juga pemodal termasuk penerima atau pembeli dari hasil tambang illegal ini.
Pemodal dari kegiatan tambang illegal sebagaimana Pasal 94 ayat (1) huruf a huruf c Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan di pidana maksimum 15 tahun serta pidana denda maksimum Rp.100 miliar dan pembeli atau penerima sebagaimana Pasal 98 ayat (1) diancam hukuman maksimum 3 tahun penjara serta pidana denda maksimum Rp.1, 5 miliar, " tutup Rasio.